RSS Feed

Keranjang Rotan

Posted by datu

Sebuah fiksi yang benar-benar memukau cipta, rasa, dan karsa saya beberapa tahun yang lalu. Sebuah tulisan yang mengawali kembalinya gairah menulis saya.

Di sebuah perkampungan di daerah terpencil di kawasan kaki gunung meratus, hidup seorang nenek yang sangat tua bernama mbah Wiryo. Usianya kurang lebih 75 tahun, ya maklumlah bila dilihat dari banyaknya keriput di wajahnya.
Di perkampungan itu dia tinggal hanya berdua, dengan seorang cucunya yang bernama Kartijo. Mereka berdua tinggal di sebuah gubug tua dan reyot tak jauh dari sebuah sungai kecil yang melintas di pinggiran perkampungan mereka.
Di usianya yang sudah senja mbah wir, begitu dia biasa disapa, masih rajin ke gereja. Dia adalah seorang katolik yang taat, yah mungkin orang yang akan cukup jarang kita temui di masa-masa mendatang.
Tetapi meskipun begitu, yah meskipun ini sangat manusiawi untuk orang sesusianya, dia adalah orang yang sering lupa, lupa akan banyak hal. Bahkan termasuk homili pastur yang dia dengar di gereja pun dia lupa. Jika pulang dari gereja, dan anda menanyainya "Mbah tadi homilinya tentang apa?" ato sekedar "Tadi yang memimpin misa pastur siapa?" dia pasti sudah lupa, meskipun baru beberapa menit yang lalu misa baru usai.
Yah keadaan seperti ini akhirnya membuat cucunya kesal, ya karena Kartijo inilah yang selalu mengantar mbah wir ke gereja, dia berpikir sia-sia mengantar neneknya sendiri ke gereja jika kotbah pastur yang dia dengar saja langsung lupa, jadi apa gunanya dia mengantar neneknya itu.
Suatu hari minggu sepulang dari gereja Kartijo menanyai neneknya

"Mbah tadi homilinya tentang apa?"

"Wah, apa ya le, lupae simbah."

dengan agak gusar kartijo menambahi

"Hla kalo lupa kaya gini, apa gunanya simbah ke gereja, sudah besok2 simbah g usah ke gereja, minta dikirim komuni ke rumah aja."

terdiam sebentar mbah wiryo lalu mengambil sebuah keranjang rotan lusuh di dapur, dia berkata kepada Kartijo

"Le, ini tolong disi air dari sungai seberang itu"

"Buat apa mbah?"

"Yah pokonya kamu ambil saja, nanti simbah kasih tau"

dengan berat hati kartijo mengambil keranjang dari tangan mbah wir lalu berangkat ke sungai. Di sungai dia berusaha terus-tersusan untuk mengambil air, tapi ya namanya juga keranjang, gak akan bisa buat ambil air.

Kartijo akhirnya menyerah dan pulang

"mbah yang namanya keranjang kaya gini gak bakal bisa buat ambil air."

sambil tersenyum dan mengambil keranjang dari tangan cucunya itu dan berkata

"yah paling tidak sekarang keranjangnya jadi bersih."

Kartijo terdiam lalu dia mengetahui maksud neneknya itu, yah mulai saat itu dia tidak pernah mengeluh mengantarkan neneknya ke gereja.

2 komentar:

  1. Anonymous

    settingnya di meratus, tapi tetap kental dengan dialog jawa

  1. yuy0

    akhirnya berisi lagi, Dat. gw juga baru mulai ngeblog, hahaha.

Post a Comment