RSS Feed

Pertama#1

Posted by datu Label: , , ,

Pengalaman pertama pasti akan selalu meninggalkan kesan yang tak terlupakan. Malam pertama, ciuman pertama, dan banyak hal lain. Tak heran di tahun 90-an banyak musisi kita membuat lagu yang banyak berkisah tentang pengalaman pertama mereka. Kali ini aku akan menceritakan pada kalian pengalaman pertama ku, perkenalan pertama ku dengan blog. Sesuatu yang sempat menyita pikiranku 5 tahun yang lalu, sempat hilang, 2 tahun yang lalu muncul lagi, hilang, dan akhirnya beberapa bulan yang lalu kambali menyita pikiranku.

SMP adalah saat yang cukup spesial dalam kehidupanku, saat itulah aku berkenalan dengan teknologi yang saat ini menjadi penopang utama perputaran informasi di dunia, ya aku berbicara tentang internet dan khususnya web (God bless Tim Berners Lee). Game online merupakan katalis perkenalan kami, saat itu Ragnarok merupakan fenomena tersendiri di kalangan kawan-kawan ku, (populer di kalangan geek mungkin lebih tepat). Fenomena tersebut mendorongku untuk ikut mencobanya, merasakan sentuhan langsung dari game yang sangat adiktif kala itu. Seorang kawan menawarkan diri untuk menjadi perantara dalam perkenalan kami. Long story short aku mulai terjerumus dalam dunia maya .

Perkenalan awal tersebut membawaku berkenalan dengan berbagai teknologi lain seperti mesin pencari, dan tentu saja blog.

......bersambung


notes:
tulisan seperti ini cukup jarang tampil dalam blog-blog saya terdahulu, dan mungkin kawan-kawan menyadari sedikit perubahan gaya bahasa yang digunakan dalam blog ini. Satu alasan yang cukup tepat adalah...... eksperimen!


enjoy :)

Cerita Secangkir Kopi

Posted by datu Label: , , , ,

"On the eighth day God created coffee"

Kopi memiliki cerita tersendiri dalam hidup setiap orang, aku pun demikian memiliki cerita tersendiri tentang secangkir minuman yang sering menemani ku menghabiskan malam pertempuran dengan tugas-tugas kuliahku. Sebagai seorang penikmat kopi, aku belum memiliki jam terbang yang cukup tinggi layaknya kawan-kawan kos ku.

Di antara semua jenis kopi, kopi luwak merupakan legenda tersendiri dalam dunia perkopian. Mengalami proses fermentasi dalam tubuh luwak, membuat kopi ini memiliki rasa yang khas dan berbeda. Namanya yang sudah melegenda di dunia perkopian membuat semua penikmat kopi menganggap kopi luwak ini adalah tahap paling paripurna dalam menikmati kopi. 


Aku pun demikian, tak sabar rasanya ketika tahu bahwa tahap paripurnaku akan segera tiba. Suatu hari seorang kawan menawariku secangkir kopi luwak buatannya. Aroma kopi yang menusuk hidung membuat pikiranku sejenak melayang membayangkan cita rasa yang nanti akan ku kecap, 'amboi nian' pikirku.


Seteguk demi seteguk kopi legendaris itu melwati kerongkonganku, ku kecap dengan rasa penasaran dan penuh harap, tetapi entah kenapa sedikit rasa kecewa merasuki pikiranku. "Tak senikmat cerita orang-orang," otakku berteriak dalam diam. Aku terus mencecap sambil berusaha menceran semua rasa yang hinggap di lidahku.


Kawan-kawanku mulai melihat ekspresi kecewaku, "Gimana rasanya, dat?" mereka bertanya. Sambil nyengir dan sedikit tertawa aku menjawab, "ga tau nih mas, lidahku belum layak merasakan cita rasa semahal ini nampaknya, kok gak kerasa ya bedanya?"
Gelak tawa membahana di ruang communal kos ku. "Wah amatir lo dat, barang sebagus ini kok ga kerasa nikmatnya" celoteh kawanku. "Yah tak apalah" otakku berkilah, mungkin masih terlalu cepat 10 tahun perjalanan per-kopi-an ku untuk mencapai paripurna.

salam, :)

Keranjang Rotan

Posted by datu

Sebuah fiksi yang benar-benar memukau cipta, rasa, dan karsa saya beberapa tahun yang lalu. Sebuah tulisan yang mengawali kembalinya gairah menulis saya.

Di sebuah perkampungan di daerah terpencil di kawasan kaki gunung meratus, hidup seorang nenek yang sangat tua bernama mbah Wiryo. Usianya kurang lebih 75 tahun, ya maklumlah bila dilihat dari banyaknya keriput di wajahnya.
Di perkampungan itu dia tinggal hanya berdua, dengan seorang cucunya yang bernama Kartijo. Mereka berdua tinggal di sebuah gubug tua dan reyot tak jauh dari sebuah sungai kecil yang melintas di pinggiran perkampungan mereka.
Di usianya yang sudah senja mbah wir, begitu dia biasa disapa, masih rajin ke gereja. Dia adalah seorang katolik yang taat, yah mungkin orang yang akan cukup jarang kita temui di masa-masa mendatang.
Tetapi meskipun begitu, yah meskipun ini sangat manusiawi untuk orang sesusianya, dia adalah orang yang sering lupa, lupa akan banyak hal. Bahkan termasuk homili pastur yang dia dengar di gereja pun dia lupa. Jika pulang dari gereja, dan anda menanyainya "Mbah tadi homilinya tentang apa?" ato sekedar "Tadi yang memimpin misa pastur siapa?" dia pasti sudah lupa, meskipun baru beberapa menit yang lalu misa baru usai.
Yah keadaan seperti ini akhirnya membuat cucunya kesal, ya karena Kartijo inilah yang selalu mengantar mbah wir ke gereja, dia berpikir sia-sia mengantar neneknya sendiri ke gereja jika kotbah pastur yang dia dengar saja langsung lupa, jadi apa gunanya dia mengantar neneknya itu.
Suatu hari minggu sepulang dari gereja Kartijo menanyai neneknya

"Mbah tadi homilinya tentang apa?"

"Wah, apa ya le, lupae simbah."

dengan agak gusar kartijo menambahi

"Hla kalo lupa kaya gini, apa gunanya simbah ke gereja, sudah besok2 simbah g usah ke gereja, minta dikirim komuni ke rumah aja."

terdiam sebentar mbah wiryo lalu mengambil sebuah keranjang rotan lusuh di dapur, dia berkata kepada Kartijo

"Le, ini tolong disi air dari sungai seberang itu"

"Buat apa mbah?"

"Yah pokonya kamu ambil saja, nanti simbah kasih tau"

dengan berat hati kartijo mengambil keranjang dari tangan mbah wir lalu berangkat ke sungai. Di sungai dia berusaha terus-tersusan untuk mengambil air, tapi ya namanya juga keranjang, gak akan bisa buat ambil air.

Kartijo akhirnya menyerah dan pulang

"mbah yang namanya keranjang kaya gini gak bakal bisa buat ambil air."

sambil tersenyum dan mengambil keranjang dari tangan cucunya itu dan berkata

"yah paling tidak sekarang keranjangnya jadi bersih."

Kartijo terdiam lalu dia mengetahui maksud neneknya itu, yah mulai saat itu dia tidak pernah mengeluh mengantarkan neneknya ke gereja.